Aqiqoh Ketika Sudah Dewasa

Hukum aqiqah sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diaqiqohi untuk menunaikannya. Jika aqiqoh belum ditunaikan, sunah aqiqoh tidak gugur, meskipun si anak sudah balig. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan aqiqoh, maka dia dianjurkan untuk memberikan aqiqoh bagi anaknya yang belum diaqiqohi tersebut.

Jika ada anak yang belum diaqiqohi bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk mengaqiqohi diri sendiri? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan aqiqoh. Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diaqiqohi sama sekali, kemudian balig dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengaqiqohi dirinya sendiri.”

Imam Ahmad ditanya tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua, artinya tidak wajib mengaqiqohi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah adalah dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Dia boleh mengaqiqohi diri sendiri, karena aqiqoh itu dianjurkan baginya, dan dia tergadaikan dengan aqiqohnya. Karena itu, dia dianjurkan untuk membebaskan dirinya.” Sementara menurut pendapat kami, aqiqoh disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya” (Al-Mughni, 9:364).

Ibnul Qayim mengatakan, “sebab, hukum untuk orang yang belum diaqiqohi bapaknya, apakah dia boleh mengaqiqohi diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran bagi orang yang belum diaqiqohi di waktu kecil, agar mengaqiqohi diri sendiri setelah dewasa.” Kemudian ia menyebutkan kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia mengatakan, “Saya bertanya kepada Ahmad tentang orang yang diberi tahu bapaknya bahwa dia belum diaqiqohi. Bolehkah mengaqiqohi diri sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Itu adalah kewajiban bapak.” Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika orang belum diaqiqohi, apakah boleh dia aqiqoh untuk diri sendiri ketika dewasa?” Kemudian ia menyebutkan riwayat aqiqoh untuk orang dewasa dan ia dhoifkan. Saya melihat bahwasanya Imam Ahmad menganggap baik, jika belum diaqiqohi waktu kecil agar melakukan aqiqoh setelah dewasa. Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya, saya tidak membencinya.”

Abdul Malik pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Bolehkah dia beraqiqoh ketika dewasa?” Ia menjawab, “Saya belum pernah mendengar hadis tentang aqiqoh ketika dewasa sama sekali.” Abdul Malik bertanya lagi, “Dulu bapaknya tidak punya, kemudian setelah kaya, dia tidak ingin membiarkan anaknya sampai dia aqiqohi?” Imam Ahmad menjawab, “Saya tidak tahu. Saya belum mendengar hadis tentang aqiqoh ketika dewasa sama sekali.” kemudian Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang melakukannya maka itu baik, dan ada sebagian ulama yang mewajibkannya.” (Tuhfatul maudud, Hal. 87 – 88).

Setelah membawakan keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Pendapat pertama yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan aqiqoh untuk diri sendiri. Karena aqiqoh sunah yang sangat ditekankan. Bilamana orang tua dari si anak tersebut tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan aqiqoh tersebut jika telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadist, diantaranya, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى

“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi nama.” Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.

Termasuk juga hadis Ummu Kurzin, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memberikan aqiqoh bagi anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan dengan satu kambing. Hadist ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal dari Aisyah. Dan ini tidak hanya ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup anak, ibu, atau yang lainnya, yang masih kerabat bayi tersebut.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:266).

Demikian artikel tentang “Aqiqoh Ketika Sudah Dewasa” ini semoga dapat menjadi referensi atau pengetahuan mengenai hukum aqiqoh.
Tag : Hukum
Back To Top